Sabtu, 24 Maret 2012

susu kedelai

SKRIPSI PENGARUH WAKTU PASTEURISASI DAN JENIS PENGEMAS TERHADAP MUTU SENSORI DAN TOTAL MIKROBA SUSU KEDELAI PADA UKM “SARI ASLI” KECAMATAN KEDUNGBANTENG Oleh: Ismi Karisma Rani NIM A1H007044 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012 SKRIPSI PENGARUH WAKTU PASTEURISASI DAN JENIS PENGEMAS TERHADAP MUTU SENSORI DAN TOTAL MIKROBA SUSU KEDELAI PADA UKM “SARI ASLI” KECAMATAN KEDUNGBANTENG Oleh : Ismi Karisma Rani NIM A1H007044 Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Pendidikan Strata Satu Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012 SKRIPSI PENGARUH WAKTU PASTEURISASI DAN JENIS PENGEMAS TERHADAP MUTU SENSORI DAN TOTAL MIKROBA SUSU KEDELAI PADA UKM “SARI ASLI” KECAMATAN KEDUNGBANTENG Oleh: Ismi Karisma Rani NIM A1H007044 Diterima dan disetujui Tanggal :........................ Pembimbing I, Rifah Ediati, S.TP., M.P NIP 197712312 00501 2 003 Pembimbing II, Gunawan Wijonarko,SP., M.P NIP 19690926 199412 1 004 Mengetahui Dekan, Dr. Ir. H. Achmad Iqbal, M.Si. NIP 19580331 198702 1 001

Jumat, 16 Maret 2012

USUL PENELITIAN
PENGARUH PUPUK HAYATI MIKORIZA BERAGENSI Bacillus sp. B-46
DAN PENGURANGAN DOSIS PUPUK N-P-K TERHADAP KETERSEDIAAN DAN SERAPAN HARA P OLEH TANAMAN CABAI PADA TANAH INCEPTISOL DI DESA LINGGASARI

















Oleh:
Kris Alam S.A
A1L008070









KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2011






I. PENDAHULUAN
Sebagian besar tanah di Indonesia adalah tanah yang subur. Tanah-tanah yang relatif subur adalah tanah-tanah yang berasal dari gunung berapi atau bahan alluvial baru. Tanah ini telah banyak digunakan untuk pertanian ataupun nonpertanian. Jenis tanah yang termasuk subur diantaranya adalah Inceptisol, yang dalam penelitian kali ini juga digunakan sebagai media tanam.
Inceptisol merupakan salah satu tanah pertanian yang tersebar paling luas di Indonesia, sekitar 70,25 juta Ha atau 37,5 % dari wilayah daratan Indonesia. Tanah ini mempunyai produktivitas alami yang beragam karena tidak memiliki sifat fisik dan kimia yang khas. Oleh karena itu pemanfaatan Inceptisol untuk masa mendatang perlu ditingkatkan secara maksimal, khususnya Inceptisol di pulau Jawa yang intensitas pengelolaannya telah intensif dengan mempertimbangkan pengelolaan yang tepat, penyediaan hara dan tata air yang baik (Munir, 1996).
Umumnya inceptisol tergolong tanah subur, namun untuk peningkatan produk-si masih diperlukan usaha intensifikasi, antara lain seperti pemupukan. Petani di Indonesia biasanya melakukan pemupukan dengan pupuk N-P-K seperti Urea, ZA, SP-36, dan KCl. Pupuk ZA merupakan salah satu sumber hara N dimana kadar lemasnya sebesar 20 %, pupuk ini larut dalam air yang selanjutnya di dalam tanah akan terurai menjadi ion-ion NH4+ dan SO42-, sehingga menjadi hara N yang tersedia bagi tanaman. Pupuk KCl dianggap memiliki kadar hara K tinggi sebesar 52 %. Tingginya kadar Cl menyebabkan pemakaiannya demikian terbatas, sehubungan dengan ini maka pupuk KCl sering tidak dipergunakan bagi tanaman yang peka terhadap Cl. Pupuk SP-36 juga tergolong ke dalam pupuk yang larut dalam air. Pupuk SP-36 ini merupakan salah satu sumber hara fosfat, dengan kadarnya sebesar 36 % (Mulyani dan Kartasapoetra, 1988). Pemupukan P sangat dianjurkan, karena sebagian besar tanah-tanah di Indonesia telah mengalami defisiensi fosfor.
Defisiensi fosfor merupakan salah satu hambatan dalam peningkatan produksi pertanian di daerah tropik termasuk pada tanah subur. Hal ini disebabkan secara alami kandungan hara P pada tanah ini relatif belum mencukupi, adanya fiksasi atau jerapan yang dilakukan oleh ion-ion Fe dan Al atau Ca yang masih tersedia dan larut menyebabkan hara P mengendap sehingga ketersediaannya menurun kembali, serta adanya pemupukan dengan pupuk P yang diberikan akan segera membentuk senyawa yang sukar larut dengan ion Al dan Fe atau Ca (Nyakpa, et al., 1988).
Penggunaan cendawan mikoriza dapat mengatasi permasalahan fiksasi P dalam tanah, disamping dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Begitu juga dengan penggunaan bakteri pelarut fosfat yaitu Bacillus sp. B46, yang merupakan musuh alami yang bersifat aman bagi mikroorganisme yang bukan sasaran. Mikoriza dan Bacillus sp. B46 dalam metabolisme hidupnya, sama-sama mampu menghasilkan enzim fosfatase yang dapat membantu mengkatalis hidrolisis komplek fosfat yang tidak larut dalam tanah menjadi bentuk fosfat larut (Fakuara, 1988 dan Setiadi, 1990). Ini berarti bahwa inokulasi mikoriza dan Bacillus sp. B46 juga dapat meningkatkan ketersediaan hara P di dalam tanah.
Prospek pemanfaatan Inceptisol di Indonesia, khususnya pulau Jawa dapat di-kembangkan dengan budidaya tanaman yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan tersebut (Darmawijaya, 1990). Misalnya untuk pengembangan tanaman cabai, diikuti dengan memodifikasi lingkungan yang menjadi syarat tumbuh bagi tanaman cabai. Menurut Setiadi (2000), tanaman cabai memerlukan tanah yang berstruktur remah atau gembur, subur dan kaya akan bahan organik, berdrainase baik, dan pH tanah 6,0 - 7,0; selain itu cabai dapat tumbuh pada ketinggian daerah rata-rata mencapai 900 m dpl dengan suhu rata-rata siang hari 21 ° - 27 ° C dan suhu udara pada malam hari antara 13 ° - 16 ° C. Syarat tumbuh tanaman cabai tesebut harus diperhatikan agar tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi Cabai yang dibudidayakan pada lahan inceptisol, salah satunya upaya penerapan tekhnologi budidaya dengan input dari luar sistem yang rendah dan bersifat kembali ke alam yaitu melalui pemakaian pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B46. Hal ini dapat dilakukan karena mikoriza berperan dalam peningkatan penyediaan hara dan penyerapan nutrisi tanaman, sehingga dapat menekan kebutuhan pupuk dan meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, dan dampak lanjutnya adalah meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Biopestisida beragensi Bacillus sp. mampu meningkatkan ketahanan tanaman terutama tanaman kentang dan tomat terhadap serangan patogen, dan menekan perkembangan penyakit layu bakteri (Prihatiningsih dan Soedarmono, 2005; Prihatiningsih dan Kustantinah, 2005).
Pemberian pupuk hayati mikoriza bersimbiosis Bacillus sp. B46 saja tidak akan memberikan hasil yang maksimal untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk N-P-K juga sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman khususnya tanaman Cabai. Jenis pupuk N-P-K yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk ZA, pupuk SP-36, dan pupuk KCl yang penggunaannya masing-masing disesuaikan dengan dosis anjuran, namun pada penelitian ini dalam pemberian dosis pupuk N-P-K dilakukan pe-ngurangan dosis dari dosis anjuran. Hal ini dilakukan mengingat hasil penelitian Rokhminarsih, et al. (2010), menyimpulkan bahwa aplikasi pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. dapat meningkatkan serapan P, mengurangi pemakaian pupuk N-P-K pada tanaman kedelai dan cabai sebanyak 42 - 49 %, dan mengurangi pemakaian pestisida sistesis sebesar 20 - 29 %.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap keter-sediaan hara P yang optimum pada tanah Inceptisol?
2. Bagaimana pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap serapan hara P yang optimum oleh tanaman cabai?
3. Bagaimana pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap pertum-buhan dan produksi tanaman cabai?
4. Bagaimana pengaruh dosis yang optimum dari pupuk hayati dalam efisiensi penggunaan pupuk N-P-K terhadap ketersediaan hara P pada inceptisol, serapan hara P oleh tanaman cabai, serta pertumbuhan dan produksi tanaman cabai?
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan perlakuan yaitu pupuk hayati mikoriza beragensia Bacillus sp. B46 dan pengurangan pupuk N-P-K terhadap tanaman cabai merah, sehingga diharapkan dalam penelitian ini memperoleh hasil yang optimal dan berkualitas sesuai dengan yang dikehendaki. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) mengetahui pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap ketersediaan hara P yang optimum pada tanah Inceptisol, (2) mengetahui pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap serapan hara P yang optimum oleh tanaman cabai, (3) mengetahui pengaruh dosis pupuk hayati dan pupuk N-P-K terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai, dan (4) menge-tahui pengaruh dosis yang optimum dari pupuk hayati dalam efisiensi penggunaan pupuk N-P-K terhadap ketersediaan hara P pada inceptisol, serapan hara P oleh tanaman cabai, serta pertumbuhan dan produksi tanaman cabai.
Penggunaan mikoriza yang dikombinasikan dengan agensia Bacillus sp. dapat memberikan interaksi yang positif. Hal ini terjadi karena Bacillus sp. merupakan musuh alami yang bersifat aman terhadap organisme yang bukan sasaran dan tidak mencemari lingkungan, sehingga dapat memberikan kondisi lingkungan yang men-dukung aktifitas mikroorganisme dan mikoriza.
Efek kombinasi perlakuan yang terjadi pada tanah Inceptisol yaitu terjadi perbaikan kesuburan pada tanah Inceptisol. Perbaikan kesuburan tanah Inceptisol tersebut antara lain dalam meningkatkan ketersediaan hara P pada tanah Inceptisol, meningkatkan serapan hara P pada oleh tanaman cabai dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai, sehingga produktifitas tanah Inceptisol semakin baik dan meningkat. Berdasarkan penjelasan di atas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Diduga terdapat komposisi atau asosiasi mutualisme mikoriza dan Bacillus sp. B46 yang terbaik bagi sifat kimia tanah terutama ketersediaan hara P di tanah Inceptisol, Sumampir.
2. Diduga terdapat komposisi atau asosiasi mutualisme mikoriza dan Bacillus sp. B46 yang terbaik dalam melarutkan hara P sehingga dapat diserap bagi tanaman Cabai Merah serta meningkatkan hasil tanaman Cabai Merah pada Inceptisol.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Mendapatkan informasi yang tepat tentang peranan pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B46 terhadap beberapa sifat kimia tanah Inceptisol (pH dan P-tersedia).
2. Mendapatkan informasi yang tepat mengenai pengaruh kombinasi dari pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B46 dan pupuk N-P-K terhadap beberapa sifat kimia tanah Inceptisol dan tanaman cabai merah, serta terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai merah.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan yang tepat mengenai dosis pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B46 dan pupuk N-P-K dalam memperbaiki produksi tanaman cabai merah dan kesuburan tanah Inceptisol.












II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sifat dan Ciri Inceptisol
Inceptisol merupakan tanah yang tergolong sebagai tanah dewasa atau tanah yang belum matang (immature), dengan tingkat perkembangan profil yang masih lemah yang dicirikan oleh horizon penciri kambik. Proses pembentukan tanah Inceptisol dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu: (1) bahan induk yang sangat resisten, (2) posisi landscape yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah, (3) permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut, dan (4) tidak ada proses pedogenesis yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenesia adalah aktif (Hardjowigeno, 2003).
Tanah Inceptisol yang terdapat di dataran rendah solum yang terbentuk pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah berlereng curam solum yang ter-bentuk tipis, dan warna tanah Inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan induknya, warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna coklat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi. Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; berat jenis 1,0 g/cm, kalsium karbonat kurang dari 40 %, pH mendekati netral atau lebih, kejenuhan basa kurang dari 50 % pada kedalaman 1,8 m, COLE antara 0,07 dan 0,09, nilai porositas 68 % sampai 85 %, air yang tersedia cukup banyak antara 0,1 – 1 atm (Smith, 1965 dan Wambeke, 1992 dalam Resman, et al., 2006).
Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lempung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan proses pe-lapukan, sedangkan proses pedogenesis yang menghambat pembentukan tanah In-ceptisol adalah pelapukan batuan dasar menjadi bahan induk (Hardjowigeno, 2003).
Tanah ini terbentuk dari berbagai macam bahan induk, yaitu alluvium, batu pasir, batu liat, dan batu gamping serta kebanyakan berada pada kondisi 40-50 cm. Inceptisol memiliki horison kambik pada horizon B yang belum terbentuk dengan baik akibat proses bahas kering dan proses penghanyutan pada lapisan tanah (Hardjowigeno, 2003). Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah beraneka ragam, antara lain: untuk daerah-daerah yang berlereng curam digunakan untuk hutan, rekreasi; untuk daerah dataran yg memiliki drainase buruk hanya dimanfaatkan untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki.
Inceptisol yang banyak dijumpai pada tanah sawah masih sangat memerlukan masukan yang tinggi, baik untuk masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik (pencampuran sisa panen ke dalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk organik), terutama bila tanah sawah diper-siapkan untuk tanaman palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).
Inceptisol dapat dibedakan berdasarkan great groupnya, salah satu great group dari Inceptisol yaitu Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar (ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR) sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR) mengikuti peningkatan kedalaman yang berada dibawah 50 cm, dan air tanah didalam 100 cm dari permu-kaan tanah mineral selama sebagian waktu dalam setahun (Soil survey staff, 2003).
Inceptisol merupakan kawasan yang mempunyai perkembangan lapisan tanah-nya masih tipis, sehingga bisa dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Prospek pe-manfaatan Inceptisol di Indonesia dapat dikembangkan dengan budidaya tanaman yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan (Darmawijaya, 1990). Misalnya untuk pengembangan tanaman Cabai, diikuti dengan memodifikasi lingkungan yang men-jadi syarat tumbuh bagi tanaman Cabai.

B. Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Beberapa tahun terakhir ini, cabai menempati urutan paling atas diantara 18 jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia, meskipun harga pasar cabai sering naik dan turun tajam, tetapi minat petani membuat pembudidayaannya tidak pernah surut (Rukmana, 1994). Jenis tanaman cabai yang sering dibudidayakan di Indonesia antara lain adalah jenis cabai merah keriting (var. Larris).
Menurut Rukmana (1994), klasifikasi dari tanaman cabai merah keriting adalah sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta.
Sub divisio : Angiospermae.
Klass : Dicotyledonae.
Sub klass : Metachlamidae.
Ordo : Tubiflorae.
Famili : Solanaceae.
Genus : Capsicum.
Species : Capsicum annuum L. (cabai merah besar).
Cabai merah var. Larris merupakan jenis tanaman semusim, yang cocok dibudidayakan di daerah yang curah hujannya tinggi (Agromedia, 2007). Ciri-ciri tanaman cabai merah keriting antara lain: keseragaman tanaman tinggi, btang tegak, besar, dan kuat dengan percabangan banyak; daun tumbuh secara tunggal dengan bentuk sangat bervariasi, yaitu lancip sampai bulat telur dan ujungnya runcing; bentuk bunga umumnya tunggal yang keluar dari ketiak daun dengan daun bunga berwarna putih, dan mempunyai 5 benangsari sarta 1 buah putik; panjang buah 16-18 cm dengan warna buah merah mengkilap pada waktu masak; rasanya sangat pedas; dengan produksi buah cabai mencapai 15-18 ton per Ha (Agromedia, 2007). Buah cabai banyak mengandung karotein, vitamin A dan vitamin C.
Secara umum cabai dapat ditanam di areal sawah maupun tegalan, di dataran rendah maupun tinggi, dan saat musim kemarau maupun musim penghujan. Namun demikian, ada beberapa persyaratan tertentu yang harus diperhatikan agar tanaman cabai dapat memberikan hasil yang baik. Menurut Setiadi (2000), syarat-syarat pertumbuhan tanaman cabai adalah sebagai berikut.
1. Ketinggian tempat dan Iklim.
Ketinggian suatu daerah menentukan jenis cabai yang akan ditanam. Cabai besar atau cabai merah keriting (var. Larris) dapat ditanam pada ketinggian 0-700 m dpl, bila tanaman tersebut ditanam di daerah yang berkelembaban tinggi dengan curah hujan per tahun antara 600 - 1.250 mm maka tanaman cabai mudah diserang penyakit, terutama antraknosa yang menyerang dalam situasi sangat lembab.
2. Air.
Air sangat penting bagi tanaman. Fungsinya antara lain membantu penyerapan unsur hara dari dalam tanah oleh akar tanaman, mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman, serta melancarkan aerasi udara dan suplai oksigen dalam tanah.
3. Tanah.
Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman. Oleh karena itu, tanah harus subur dan kaya akan bahan organik. Derajat keasaman tanahnya (pH) antara 6,0 – 7,0, tetapi akan lebih baik bila pH tanahnya 6,5. Tanah yang baik bertekstur lempung dengan struktur remah, dan dalam keadaan lembab konsistensi tanahnya gembur, sehingga tidak sulit dalam melakukan pengolahan tanah. Akan tetapi cabai masih bisa ditanam di tanah agak liat, tanah merah, maupun tanah hitam. Tanah yang demikian memang harus diolah terlebih dahulu sebelum ditanami.
Komoditas cabai sangat besar peranannya, seperti menunjang usaha pemerintah meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas kesempatan kerja, me-ningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor, dan melestarikan sumber daya alam. Selain itu, cabai mengandung gizi yang cukup tinggi dan komposisi gizinya lengkap (Rukmana, 1994). Mengingat permintaan terhadap cabai terus meningkat maka perlu didukung dengan alih teknologi budidaya intensif dan penanganan pascapanen yang memadai. Adapun salah satunya yaitu dengan penggunaan pupuk hayati yang mengandung biopestisida dan bersifat ramah lingkungan, sehingga mengurangi penggunaan pupuk buatan dan pestisida sintetis.

C. Pupuk Hayati Mikoriza beragensi Bacillus sp. B46
1. Vesikular Arbuskulla Mikorhiza (VAM)
Cendawan mikoriza vesikular arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat melestarikan pertumbuhan dan reproduksi-nya bila terpisah dari inang, cendawan ini dicirikan dengan adanya struktur vesikel dan arbuskel. Vesikel merupakan struktur berdinding tipis berbentuk bulat, lonjong atau tidak teratur, struktur ini mengandung senyawa lipid, sedangkan arbuskel merupakan struktur dalam akar berbentuk seperti pohon ber-asal dari cabang-cabang hifa intradikal setelah hifa cabang menembus dinding sel korteks, dan terbentuk antara dinding sel dan membran sel (Simanungkalit, 2006).
Beberapa penelitian membuktikan peranan mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yaitu dengan mempertinggi pengambilan hara P. Pada tanah yang mengalami defisiensi fosfor, tanaman yang bermikoriza biasanya jelas tumbuh lebih baik dibanding dengan tanaman non-mikoriza (Fitter dan Hay, 1981; Russell, 1988 dalam Zulaikha, 2006). Mikoriza mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman karena meningkatkan serapan hara, mengurangi gangguan patogen atau menghambat perkembangan patogen (Daehna, 1982).
Peran utama mikoriza yaitu mampu mentranslokasikan fosfat dari tanah ke dalam jaringan tanaman dengan membentuk hifa yang tumbuh pada akar tanaman (Fakuara, 1988). VAM memiliki struktur hifa yang menjalar keluar ke dalam tanah, melampaui jauh jarak yang dapat dicapai oleh rambut akar. Ketika P disekitar rambut akar sudah terkuras, maka hifa membantu menyerap P di tempat yang tidak dapat lagi dijangkau rambut akar, seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Penyerapan Hara Oleh VAM
Mikoriza, selain berperan dalam membantu meningkatkan serapan unsur hara fosfat oleh tanaman, juga dapat berfungsi sebagai bioprotektor akar tanaman dan sebagai agen bioremediator pada tanah-tanah tercemar logam berat (Lindertman and Fleger, 1995 dalam Suryatmana, et al., 2009). Hifa eksternal VAM tersebut memiliki kemampuan menghasilkan berbagai asam organik yang dapat melarutkan P dari bentuk yang tidak tersedia (P-Al, P-Fe, dan P-Ca) menjadi tersedia, melarutkan dan menyerap hara P yang terjerap dalam struktur tanah (Smith and Read, 1997). Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penuruna pH, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca. Reaksi pelarutan P oleh penurunan pH dan terdapatnya gugus karboksillat, secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 2).
Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ 10Ca2+ + 2H2O + 6H2PO4-
OH OH
M OH + R-COO- M OH + H2PO4- H2PO4- OC-R
M = Al3+ atau Fe 3+
Gambar 2. Reaksi Pelarutan P oleh penurunan pH dan Gugus Karboksilat
Vesikular Arbuskular Mikorhiza (VAM) diperkirakan pada masa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertum-buhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yang kurang subur atau lahan bekas tambang (Novriani dan Rohim, 2009). Mikoriza dapat juga digunakan sebagai pupuk hayati karena mempunyai kemampuan sebagai biokontrol yaitu pengendalian berbagai patogen asal tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap stress lingkungan, memfasi-litasi penyediaan berbagai hara bagi tanaman terutama hara P, serta memproduksi hormon auksin, giberelin dan sitokonin (Mosse, 1981; Fakuara, 1988 dan Setiadi, 1990).
2. Bacillus sp. B46
Penggunaan pestisida kimia baik dalam bidang kesehatan maupun pertanian secara terus menerus tanpa melihat kondisi ekosistem, terbukti menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya resistensi hama atau serangga vektor, resurgensi hama, ledakan hama sekunder, dan pencemaran lingkungan dan terakumulasi dalam tanaman sehingga berbahaya bagi manusia dan berbagai spesies hewan yang yang memakannya (Untung, 1996 dalam Salaki, et al., 2009). Kekhawatiran akan dampak negatif tersebut menghendaki perlu adanya alternatif baru yang dapat dipakai untuk mengendalikan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi.
Pengendalian dengan menggunakan musuh alami terutama bakteri dirasa sangat baik dan aman, karena tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, serta dipandang sangat baik dalam pengendalian hama berwawasan lingkungan. Bacillus sp. B46 merupakan agensia hayati yang mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, mampu berkompetisi, mampu memarasit parasit lain, mampu menghasilkan antibiotik, mudah didapat dan diperbanyak, sehingga dapat melindungi tanaman dari berbagai macam penyakit (Daehna, 1982).
Bacillus sp. B46, merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai pengendali hayati penyakit akar. Anggota genus ini memiliki kelebihan, karena bakteri membentuk spora yang mudah disimpan, mempunyai daya tahan hidup lama, dan relatif mudah diinokulasi ke dalam tanah. Menurut Soesanto (2008), bakteri Bacillus sp. merupakan mikroba yang dapat digunakan sebagai agensia pengendali hayati, karena memiliki sifat antagonistik. Bacillus sp. B46 telah terbukti memiliki potensi sebagai agensia pengendali hayati yang baik, misal terhadap bakteri patogen R. Solanacearum (Soesanto, 2008).
Menurut Agrios (2005), Bacillus sp. diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom : Prokaryotae
Divisi : Firmicutes
Subdivisi : Firmibacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Bacilliaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus sp.
Bacillus sp. dicirikan sebagai bakteri gram positif, berbentuk batang, bersel satu, berukukuran (0,5-2,5) x (1,0-1,2) µm, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, dan katalase positif. B. subtilis bertahan pada suhu 5-75° C dengan tingkat keasaman (pH) antara 2-8. Pada kondisi kurang menguntungkan, Bacillus sp. akan membentuk struktur tahan berupa endospora (Soesanto, 2008).
Bacillus sp. dalam metabolisme hidupnya mampu membebaskan enzim yang bersifat melarutkan terhadap sel bakteri hidup, selain itu juga membebaskan enzim fosfatase. Enzim fosfatase merupakan salah satu enzim tanah yang terlibat dalam proses transformasi hara P menjadi bentuk tersedia bagi tanaman di dalam tanah. Fosfatase termasuk kelompok enzim hidrolase. Reaksi hidrolisis senyawa P organik secara umum oleh adanya fosfatase (Gambar 3), menurut Sylvia et al. (2005) ¬dalam Fitriatin et al. (2006), adalah sebagai berikut.


O O
║ Enzim ║
ROHPOH + H2O ROH + HOPOH
│ Fosfatase │
OH OH

P- organik P- anorganik
Gambar 3. Reaksi Hidrolisis senyawa P-organik Oleh Enzim Fosfatase
Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan. Fitohormon yang dihasilkan bakteri tanah ini dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung fitohormon dari bakteri meng-hambat aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh secara langsung fitohormon tersebut adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat ber-tindak sebagai fasilitator dalam penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Agrios, 2005).
Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan sebagai agensia hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa iturin, surfactin, fengicin, polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin (Khetan, 2001 dalam Salaki, et al., 2009).
Pupuk hayati mikoriza selain berperan dalam perbaikan dan daur nutrisi tanam-an sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuk buatan, ketahanan terhadap keke-ringan, patogen tular tanah, bersifat sinergi dengan mikroba lain, juga meningkatkan kestabilan ekosistem alam (Setiadi, 1990). Pupuk hayati memiliki manfaat antara lain dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dan lahan serta meng-hindarkan dampak yang merugikan dari penggunaan zat kimia, selain itu juga dapat memperbaiki struktur tanah dan potensinya sebagai penyimpan dan penyedia hara utama (N-P-K) di dalam tanah dan ramah lingkungan. Serapan hara oleh tanaman menjadi lebih efektif dengan penambahan pupuk hayati, sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman lebih baik dan penggunaan pupuk kimia lebih efisien (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2008).
Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza beragensia Bacillus sp. merupakan solusi yang dapat digunakan untuk memperoleh produksi pertanian yang berkualitas, aman dan ramah lingkungan. Mikroba tersebut dapat mengoptimumkan penggunaan sum-berdaya lokal dan mengkombinasikannya dengan berbagai unsur dalam berbagai sis-tem pertanian yaitu tanaman, air, iklim, dan sumberdaya manusia secara terpadu (Sudarsono, 2001 dalam Rokhminarsi, et al., 2010). Asosiasi mutualisme dari mikoriza dengan Bacillus sp. diharapkan dapat menjadi pupuk hayati ramah lingkungan yang mampu membantu mewujudkan pertanian berkelanjutan, yaitu: mampu menekan pemakaian pupuk kimia; menekan patogen tular tanah; dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida kimia.

usul penelitian Mikoriza dan bacillus

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah salah satu sumber daya alam yang penting bagi manusia. Tanah yang subur adalah tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal melalui penyediaan unsur hara dalam keadaan seimbang dan didukung dengan sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Tanah-tanah yang relatif subur adalah tanah-tanah yang berasal dari gunung berapi atau bahan alluvial baru. Tanah ini telah banyak digunakan untuk pertanian ataupun nonpertanian. Menurut Prof. Dr. Ir H. Bambang Hendro Sunarminto, S. U, Urutan kesuburan sembilan jenis tanah mineral adalah tanah Andisol, Mollisol, Vertosol, Alfisol, Inceptisol, Entisol, Ultisol, Oxisol dan Spodosol sednagkan jenis tanah yang digunakan untuk penelitian adalah tanah Inceptisol.
Inceptisol adalah salah satu tanah pertanian yang tersebar paling luas di Indonesia, sekitar 70,25 juta ha atau 37,5 % dari wilayah daratan Indonesia. (Munir, 1996). Tanah Inceptisol tergolong tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno, 1993). Walaupun tergolong tanah subur tanah Inceptisol memiliki berbagai kendala. Kendala pada tanah tersebut adalah pH tanah yang cukup masam, daya fiksasi P tinggi, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah dan pencucian hara cukup tinggi. Menurut Donahue (1983 dikutip Munir, 1996), produltivitas tanah Inceptsol dapat ditingkatkan jika pengelolaan terhadap pemupukan dan pengolahan tanah serta teknik budidaya dilakuakan secara tepat. Pemupukan P pada tanah Inceptisol memiliki tingkat efisiensi yang rendah (< 30%) disebabkan terikatnya P oleh Al dan Fe sehingga peyerapan P oleh akar tanaman juga rendah dan sebagian besar tersisa dalam tanah. Kesuburan alami tanah Inceptisol umumnya terdapat pada lapisan atas yang tebal dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang terjadi bukan hasil dari illuviasi, reaksi tanah yang tidak terlalu masam merupakan sifat-sifat tanah Inceptisol yang sering sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman, tetapi terdapat juga tanah Inceptisol yang bermasalah yaitu yang mengandung horizon sulfurik (cat clay) yang sangat masam yang mempengaruhi sifat kimia tanah seperti kurang tersedianya unsur-unsur hara bagi tanaman (Hardjowigeno, 2003). Pemanfaatan tanah Inceptisol untuk tanaman pangan umumnya terkendala oleh sifat-sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk mengatasinya, karena kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya lemah. Upaya untuk mengatasi kendala pada tanah Inceptisol dilakukan dengan cara pemberian pupuk hayati mikroriza beragensi Bacillus sp. B-46, yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk dan pestisida sintetis, serta meningkatkan pendapatan petani.
Aplikasi pupuk hayati mikoriza beragensi bacillus sp. B-46 pada tanaman kedelai dan cabai dapat meningkatkan serapan P, mengurangi pemakaian pupuk NPK sebesar 42-49 % dan mengurangi pemakaian pestisida sintetis 20-29 % (Rokhminarsi et. al., 2009). Pemberian pupuk hayati Mikoriza bersimbiosis Bacillus sp. B-46 saja tidak akan memberikan hasil yang maksimal untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk N-P-K juga sangat berperan dalam pertumbuhan tanaman khususnya tanaman Cabai. Jenis pupuk N-P-K yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk ZA, pupuk SP-36, dan Pupuk KCl yang penggunaannya masing-masing disesuaikan dengan dosis anjuran.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan penambahan pupuk hayati mikoriza beragensia Bacillus sp. B-46 dan pupuk N-P-K, maka diharapkan dalam penelitian ini dapat memperoleh hasil yang maksimal dan berkualitas sesuai yang dikehendaki.

A. Permasalahan dalam Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan timbul suatu permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apakah pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B-46 dapat mengurangi dosis penggunaan pupuk sintetis atau buatan pabrik?
2. Apakah pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B-46 efektif dalam meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman Cabai pada tanah Inceptisol?







B. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain sebagai berikut.
1. Menguji formula pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B-46 terhadap ketersediaan dan serapan hara P oleh tanaman Cabai Merah pada tanah Inceptisol.
2. Mengetahui pengaruh pupuk hayati Mikoriza beragensi Bacillus sp. B-46 dan dosis pupuk N-P-K terhadap ketersediaan dan serapan hara P oleh tanaman Cabai Merah pada tanah Inceptisol.
3. Mengetahui pengaruh dosis pupuk N-P-K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Cabai Merah.

C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan informasi yang tepat tentang peranan pupuk hayati terhadap beberapa sifat kimia tanah Inceptisol (pH dan Al-dd).
2. Mendapatkan informasi yang tepat mengenai pengaruh interaksi pupuk hayati mikoriza beragensi Bacillus sp. B-46 dan pupuk N-P-K terhadap produksi tanaman Cabai dan beberapa sifat kimia tanah Inceptisol.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan yang tepat mengenai dosis pupuk hayati dan N-P-K dalam memperbaiki produksi tanaman Cabai Merah dan kesuburan tanah Inceptisol.